Senin, 30 Mei 2011

Praktikum PROTAN II (HPT)

PRAKTIKUM PRODUKSI TANAMAN II

Acara : Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
Tujuan : Mampu menggolongkan gangguan OPT berdasarkan jenis
(hama, penyakit, gulma), menentukan tingkat kepadatan populasi
OPT dan menilai tingkat kerusakan/ serangan tanaman
akibat OPT (intensitas serangan hama, insiden penyakit dan
intensitas penyakit).

Oleh :
Nama : Krisna Bagus Andrian
Nim : 091510501018

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI JEMBER
2011

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kangkung (ipomoea aquatica forsk atau ipomoea reptans poir1)
merupakan tanaman sayuran yang umurnya bisa lebih dari 1 tahun.
Pertumbuhannya menjalar atau membelit pada tanaman di sekitarnya. Ia
merupakan jenis tanaman sayuran daun dan dapat dimasukkan dalam famili
Convolvulacea. Daun kangkung berukuran panjang dan berwarna hijau keputihputihan.
Kangkung (Ipomoea sp.) dapat ditanam di dataran rendah dan dataran
tinggi. Kangkung merupakan jenis tanaman sayuran daun, termasuk kedalam
famili Convolvulaceae. Daun kangkung panjang, berwarna hijau keputih-putihan
merupakan sumber vitamin pro vitamin A. Berdasarkan tempat tumbuh, kangkung
dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1) Kangkung darat, hidup di tempat yang
kering atau tegalan, dan 2) Kangkung air, hidup ditempat yang berair dan basah.
Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal pertanaman pada hakekatnya
merupakan salah satu cara unutuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal.
Dengan pengaturan kepadatan tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat
memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien. Kepadatan populasi
berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman.
Disamping itu, kepadatan tanaman juga mempengaruhi persaingan diantara
tanaman dalam menggunakan unsur hara (Atus’sadiyah, 2004).
Pengaturan kerapatan tanam didalam satu areal penanaman sangat
diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kompetisi diantara
tanaman dan untuk memperoleh peningkatan hasil dari tanaman budidaya, yaitu
dengan menambah kerapatan tanaman atau populasi tanaman (Susilowati, 2002).
Ada dua jenis kangkung, yaitu: (1) kangkung rabut, dengan daun licin dan
berbentuk mata panah yang berwarna hijau pucat, dan bunganya berwarna putih
dengan bentuk kantung yang mengandung empat biji benih; dan (2) kangkung
petik, dengan daun lebar dan tirus berwarna hijau kelam serta bunga berwarna
putih keunguan.
Di dalam Kangkung terdapat kandungan vitamin A, vitamin B1, vitamin
C, protein, kalsium, fosfor, zat besi, karoten, hentriakontan, dan sitosterol.
Berdasarkan penelitian, bahan-bahan yang dikandung oleh Kangkung memiliki
manfaat untuk mengobati berbagai gangguan kesehatan dan sebagai antiracun.
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa memiliki ketrampilan dan mampu melakukan monitoring
keberadaan OPT di lahan pertanaman pada suatu agroekosistem.
2. Mahasiswa mampu menggolongkan gangguan OPT berdasarkan jenis (hama,
penyakit, gulma), menentukan tingkat kepadatan populasi OPT, dan menilai
tingkat serangan/ kerusakan tanaman akibat OPT (intensitas serangan hama,
insiden penyakit dan intensitas penyakti).
3. Mahasiswa mampu menganalisis hubungan atau dampak kegiatan
pengelolaan tanaman, pengololaan tanah dan factor agroklimat (terutama
kelembaban dan curah hujan) dengan tingkat keberadaan OPT di lahan
pertanaman sesuai jenis tanaman yang digunakan dalam praktek.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman kangkung (Ipomoea reptans) sudah sangat dikenal masyarakat
Indonesia karena tanaman ini termasuk dalam sayuran daun yang dikonsumsi
sehari-hari oleh masyarakat kita. Kandungan vitamin dan mineral yang terdapat
pada kangkung terdiri dari 89,7 gram air ; 3,0 gram protein ; 0,3 gram lemak ; 5,4
gram karbohidrat ; 29 mg kalori ; 73 mg kalsium ; 50 mg potassium ; 2,5 mg besi,
32 mg vitamin C ; 6300 s.l vitamin A dan 0,07 mg vitamin B (Abidin et al., 1990).
Kangkung merupakan tanaman yang berumur pendek sehingga cepat
memberikan hasil, biasanya dipanen pada umur 4-6 minggu setelah benih disebar.
Kangkung yang dikenal dengan nama latin Ipomoea reptans terdiri dari dua
varietas yaitu kangkung darat (disebut juga kangkung cina) dan kangkung air.
Penentuan kerapatan tanam pada suatu areal pertanaman pada hakekatnya
merupakan salah satu cara unutuk mendapatkan hasil tanaman secara maksimal.
Dengan pengaturan kepadatan tanaman sampai batas tertentu, tanaman dapat
memanfaatkan lingkungan tumbuhnya secara efisien. Kepadatan populasi
berkaitan erat dengan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman.
Disamping itu, kepadatan tanaman juga mempengaruhi persaingan diantara
tanaman dalam menggunakan unsur hara (Atus’sadiyah, 2004).
Pengaturan kerapatan tanam didalam satu areal penanaman sangat
diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kompetisi diantara
tanaman dan untuk memperoleh peningkatan hasil dari tanaman budidaya, yaitu
dengan menambah kerapatan tanaman atau populasi tanaman (Susilowati, 2002).
Setiap varietas memiliki kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan
tertentu. Batasan adaptasi yaitu proses dimana individu atau populasi atau spesies
dalam beberapa hal berubah fungsi atau bentuk menjadi lebih baik pada
lingkungan yang baru ditemuinya. Ada dua macam adaptasi yaitu adaptasi
fisiologis dan adaptasi morfologis. Adaptasi fisiologis diartikan sebagai perubahan
fisik fisiologis tanaman secara perlahan-lahan kearah lebih baik dan sesuai dengan
lingkungan baru. Adaptasi morfologis sebagai perubahan bentuk luar dari tanaman
secara perlahan-lahan kearah yang sesuai dengan lingkungan barunya (Rani,
2005).
Jasad renik di dalam tanah saling berinteraksi satu dengan lainnya (Brock,
1966) yang dapat bersifat saling menguntungkan, merugikan atau tidak saling
berpengaruh (Clark, 1979). Dalam lingkungan yang tingkat persaingannya tinggi
seperti di dalam tanah maka interaksi yang terjadi dapat saling merugikan, bahkan
saling mematikan lawan (Gray et al., 1971). Persaingan terjadi karena adanya
kebutuhan yang sama terhadap faktor lingkungan yang terbatas jumlahnya (Brock,
1966). Interaksi dimana paling sedikit satu fihak dirugikan merupakan bentuk
interaksi antagonisme yang meliputi parasitisme, predatisme, antibiose dan
kompetisi (Pepper, 2000).
Adanya antagonisme antara bakteri, actinomycetes, fungi dan nematoda di
dalam tanah, dan kenyataan bahwa sebagian dari daur hidup fungi dan nematoda
atau bakteri penyebab penyakit tanaman ada di dalam tanah, membuka peluang
untuk memanfaatkan sifat dari interaksi tersebut, khususnya antagonisme, untuk
mengendalikan penyakit-penyakit tanaman asal tanah (soil-born disease) (Aspiras
et al., 1985).
Bahan organik dan faktor lingkungan tanah yang lain sangat besar
pengaruhnya terhadap tingkat interaksi antar mikrobia yang ada di lingkungannya,
termasuk interaksi yang bersifat antagonistik. Suatu pendekatan yang relatif baru
dalam pengendalian penyakit tanaman adalah penggunaan mikroorganisme
sebagai pengganti bahan kimia (Pepper, 2000), yaitu dengan memanfaatkan
interaksi antar jasad renik, khususnya antagonisme. Antagonisme antar jasad renik
tanah merupakan faktor yang penting dalam upaya pengendalian hayati penyakit
tanaman (PHPT) asal tanah (soil-born disease). Perhatian yang besar terutama
ditujukan pada antagonisme bakteri dan fungi penyebab penyakit tanaman di
dalam tanah.
Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari
kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat
menambah unsur hara dalam tanah (Sarief, 1989). Pemberian pupuk kandang
selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik
tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara
lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya
pegang air.
Pemakaian pupuk kandang perlu dipertimbangkan, karena pupuk kandang
dapat menyebabkan berkembangnya gulma pada lahan yang diusahakan.
Diketahui bahwa keberadaan gulma yang dibiarkan tumbuh pada suatu
pertanaman dapat menurunkan hasil 20 % sampai 80 % (Moenandir et al., 1993).
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menekan hal tersebut adalah dengan
penggunaan jenis pupuk kandang yang tepat. Terdapatnya gulma pada pupuk
kandang sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan petani saat mengembalakan
ternaknya. Oleh karena lingkungan pengembalaan yang berbeda, maka gulma
yang dimakan ternak juga berbeda (Zarwan et al., 1994).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Produksi Tanaman acara Pengendalian Organisme Pengganggu
Tumbuhan dilaksanakan pada tanggal 12 April 2011 pukul 14.00 WIB di
Laboratorium Produksi Tanaman dan Agrotekno Park, Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Cangkul,
2. Sabit,
3. Camera,
4. Gembor, dan
5. Alat tulis dan pengaris.
3.2.1 Bahan
1. Bibit kangkung,
2. Tali rafia, dan
3. Pupuk kandang, Urea, SP-36, dan KCl.
3.3 Cara Kerja
1. Melakukan monitoring/ pengamtan OPT (hama, penyakit dan gulma) pada
lahan pertamanan yang telah disediakan dengan jenis tanaman yang sama
dengan yang digunakan untuk praktikum dari aspek pengelolahan tanaman
dan pengelolaan tanah dan pupuk.
2. Mencatat jenis tanaman yang dibudidayakan dan varietasnya (kalau telah
diketahui).
3. Mengamati OPT pada setiap jenis tanaman yang dilakukan mulai saat
pratanam (apabila dilakukan pembibitan) dan fase pertumbuhan tanaman
setiap satu minggu sekali mulai tanaman umur satu minggu setelah tanam
(mst) sebanyak 5-6 kali pengamtan (tergantung umur tanaman). Pengamatan
OPT dilakukan pada petak-petak contoh yang sebelumnya harus ditetapkan
lebih dahulu secara diagonal random sampling dengan menggunakan tanaman
contoh pada setiap unit petak contoh (tergantung tujuan pengamtan apakah
untuk menentukan kepadatan populasi OPT, intensitas serangan/penyakit, atau
insidensi penyakit).
4. Mengamati keberadaan OPT yang dijumpai di areal pertanaman pada setiap
jenis tanaman, kemudian diklarifikasikan berdasarkan jenis dan ditentukan
kepadatan populasi (hama dan gulma), insidensi penyakit (penyakit) dan
intensitas serangan/penyakit (hama dan penyakit). Gunakan contoh format
tabel data pengamatan pada lampiran 1.
5. Melakukan pengamatan terhadap keberadaan musuh alami OPT (terutama
kemungkinan terdapatnya predator).
6. Membuat foto morfologi dan gejala kerusakan/ gejala penyakit akibat OPT
atau musuh alami OPT yang ditimbulkan sebagai dokumentasi yang
dipersiapkan sebagai bahan laporan.
7. Melakukan pengamatan data klimatologi yang dapat diperoleh dari stasiun
klimatologi.
8. Melakukan analisis hubungan atau dampak tindakan yang dilakukan dalam
kegiatan pengelolaan tanaman, pengelolaan tanah, pupuk, air/ pengairan dan
factor cuaca dengan keberadaan OPT tertentu yang dominan dan tingkat
serangan atau kerusakan yang ditimbulkan.
9. Membuat laporan praktikum yang disusun secara ringkas menggunakan
format yang memuat: hasil praktikum (berupa data yang telah dianalisis dan
foto), pembahasan, simpulan dan daftar pustaka. Topik/ acara praktikum
cantumkan pada cover laporan sebagai judul dan lengkapi dengan tujuan
praktikum.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gulma
Populasi gulma
Penga
matan
1
Pengamatan 2
20 x
20
20 x
30
20 x
20 20 x 30
D L D L D L D L
Daun
lebar 30% 30% 30% 30% 30% 30% 30% 30%
Rumput 40% 40% 40% 40% 30% 30% 30% 30%
Teki 30% 30% 30% 30% 40% 40% 40% 40%
Tabel 1. Pengamatan gulma minggu pertama dan kedua
Gulma
Populasi gulma
Penga
matan
3
Pengamatan 4
20 x
20
20 x
30
20 x
20 20 x 30
D L D L D L D L
Daun lebar 45% 45% 50% 50% 45% 45% 50% 50%
Rumput 25% 25% 25% 25% 25% 25% 25% 25%
Teki 30% 30% 25% 25% 30% 30% 25% 25%
Tabel 2. Pengamatan gulma minggu ketiga dan keempat
Gulma
Populasi gulma
Pengamatan 5
20 x
20 20 x 30
D L D L
Daun
lebar 75% 75% 75% 75%
Rumput 10% 10% 10% 10%
Teki 15% 15% 15% 15%
Tabel 3. Pengamatan gulma minggu kelima
penga
matan
1
penga
matan
2
penga
matan
3
penga
matan
4
pengamatan 5
20 x
30
20 x
20
20 x
30
20 x
20
20 x
30 20 x 20 20 x
30 20 x 20 20 x
30
20 x
20
I1 17.00
%
20.00
% 33.00% 00.00% 13.30% 17.64% 30.70% 0.00% 2.38% 4.80%
I2 17.00
%
20.00
% 33.00% 00.00% 33.33% 17.64% 17.60% 7.40% 0.00% 2.83%
I3 17.00
%
20.00
% 33.00% 00.00% 12.50% 14.28% 19.20% 3.70% 2.17% 0.00%
IP
1 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00
% 0.00% 0.00% 0.00%
IP
2 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00
% 0.00% 0.00% 0.00%
IP
3 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
Tabel 4. Data I% dan IP%
Perhitungan I
Jarak tanam 30 x 20
I % = A x 100 % = 5 . x 100 % = 17 %
B + A 5 + 25
Jarak tanam 20 x 20
I % = A x 100 % = 10 . x 100 % = 20 %
B + A 10 + 40
Perhitungan IP
Jarak tanam 30 x 20
IP % = Σi
n
= D (n1 x v1) x 100 %
V x N
= (0 x 0 ) x 100 %
0 x 0
= 0 %
Jarak tanam 20 x 20
IP % = Σi
n
= D (n1 x v1) x 100 %
V x N
= (0 x 0 ) x 100 %
0 x 0
= 0 %
Gulma Populasi Gulma di Dalam Unit Petak Contoh (D) dan
di Luar Petak Contoh (L) pada Tanaman Umur 2 MST
Jarak
Tanam 20 X
20
Jarak Tanam 30 X 20
D L D L
Berdaun lebar 30 % 30 % 30 % 30 %
Berdaun
sempit
30 % 30 % 30 % 30 %
Teki 40 % 40 % 40 % 40 %
Perhitungan I %
Jarak tanam 20 x 20
I % = A x 100 %
A+B
= 1 x 100 %
1 + 2
= 1 x 100 % = 33 %
3
Jarak tanam 20 x 30
I % = A x 100 %
A+B
= 0 x 100 %
0 + 3
= 0 x 100 % = -
Perhitungan IP %
Jarak tanam 20 x 20
IP % = Σi
n
= D (n1 x v1) x 100 %
V x N
= (n1 x v1) x 100 %
N x V
= 0x0 x 100 %
0x0
= 0 x 100 % = 0 %
0
Jarak tanam 20 x 30
IP % = Σi
n
= D (n1 x v1) x 100 %
V x N
= (n1 x v1) x 100 %
N x V
= 0x0 x 100 %
0x0
= 0 x 100 % = 0 %
0
4.2 Pembahasan
Dari data yang telah diperoleh dapat dilihat bahwa kerusakan yang
diakibatkan oleh hama maupun penyakit yang ada tidak begitu signifikan
sehingga tidak terlalu mepengaruhi produktivitas tanaman yang dibudidayakan.
Selain itu, kerusakan yang ada bersifat lokal (setempat), pengendalian yang
dilakukan pun masih menggunakan pengendalian mekanik karena memang masih
sangat memungkinkan dilakukan mengingat lahan yang sempita dan tingkat
kerusakan yang sangat minim. Kerusakan akibat hama dan penyakit tidak begitu
banyak, dan rata-rata tingkat penyerangannya 4,8 % terhadap tanaman. Hampir
pada tiap hari dan tiap minggu rata-rata tingkat kerusakan akibat hama tidak
terlalu tinggi sekitar 5- 7 %.
Ada beberapa jenis hama yang menyerang tnaman kangkung yang
dibudidayakan, antara lain : belalang kecil , (Oxya Chinensis dan O. Velox) yang
membuat daun tanaman mengalami kerusakan mekanis seperti daun sobek dan
tepi daun terkoyak, belalang kembara (locusta migratoria manilensis) daun
sobek atau terkoyak dari tepi. Batang lunak dan muda digrogoti dari luar
ketengah , seringkali sampai patah, kumbang daun (aulacohora spp), kutu bor
(asterolecaniideae) ujung daun mengering bersama ranting.
Dari sekian banyak hama yang menyerang, terdapat hama belalang kecil
yang populasinya paling banyak ditemui. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi, iklim
dan keberadaan tanaman inang. Peningkatan organisme ini juga dipicu oleh
faktor iklim seperti cahaya dan curah hujan.
Rekomendasi dalam penanggulangannya secara mekanis lakukan
pemusnahan masal pada seluruh stadia, lakukan pengolahan tanah dengan cara
membongkar dan membalik tanah sedalam 15 cm, ambil kelompok telur dan
musnahkan.
Pada data pengamatan populasi gulma di dalam unit petak, jarak tanam
20 x 20 dan 30 x 20 cm. Gulma yang paling banyak ada pada jarak 20 x 30 cm
gulma yang palig bnyak pada berdaun lebar sebesar 50 %, sedangkan yang
palsing rendah intensitasnua pada berdaun sempit.
Perbedaan keberadaan gulma i area pertanaman, sangat dipengaruhi oleh
jarak tanam. Semakin lebar jarak tanam, maka akan semakin besar polasi gulma
dan begitu pula sebaliknya, semakin sempt jarak tanam, maka kesempatan
gulma untuk tumbuh juga akan semain kecil.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Persentase serangan hama maupun penyakit cukup kecil.
2. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengendalian mekanis, karena lahan
yang sempit dan tingkat kerusakan yang belum sampai tahap pengendalian
kimiawi.
3. Populasi gulma sangat dipengaruhi oleh jarak tanam.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan pengamatan apara praktikan lebih teliti lagi
agar data yang diperoleh relevan dan dapat digunakan sebagai acuan untuk
menyusun laporan akhir praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Suwarna, Veggel.1990. Pengaruh Cara Penanaman, Jumlah Bibit dan
Aplikasi Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kangkung
Darat (Ipomoea reptans Poirs) Pada Tanah Latosol Subang. Bull.Penelt. Hort :
19:3,15- 24.
Aspiras, R.B. & A.R. De La Cruz. 1985. Potential Biological control of bacterial
wilt in tomato and potato with Bacillus polymixa FU6 and Pseudomonas
fluorescens. ACIAR Proceeding No. 13, 8 – 10 Oct. 1985. p. 89 -92. Los Banos .
Phillipines.
Atus’sadiyah, Mir. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Buncis (Phaseolus
vulgaris L) Tipe Tegak Pada Berbagai Variasi Kepadatan Tanaman dan Waktu
Pemangkasan Pucuk. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
h. 5-6.
Brock, T.D. 1966. Principles of Microbial Ecology. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Xiv + 288 h.
Clark, F.E. 1979. Ecological Association Among Soil Microorganisms. In. :
Anonimous, Soil Biology. Review Research. Unesco. p. 125 – 161.
Gray, T.R.G.& S.T. Williams. 1971. Soil Micro-organisms. Longman. London.
240 p.
Moenandir, H. J. , Widaryanto, E., & Poejantoro. 1988. Periode Kritis Tanaman
Kedelai karena Ada Persaingan dengan Gulma. Agrivita 11 (3) 24- 29.
Pepper, I. L. 2000. Beneficial and Pathogenic Microbes in Agriculture. In : Maier,
R.M., I.L. Pepper & C.P. Gerba., Environmental Microbiology. Academic Press.
San Diego. p. 425 – 446.
Rani, Silvia. 2005. Pengaruh Populasi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga
Varietas Pak Choy (Brassica chinensis L). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang. h. 5-6.
Sarief, E. S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.
Bandung.197 hal.
Susilowati. 2002. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Empat Kultivar Petsai (Brassica campestris var. pekinensis). Skripsi. Fakultas
Pertanian universitas Brawijaya. Malang. h.7.
Zarwan, Syahril, & Mulyono. 1994. Studi pertumbuhan gulma pada beberapa
jenis pupuk kandang. Prosiding Konferensi XII Himpunan Ilmu Gulma Indonesia.
Padang Sumatera Utara. 5 hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar