Senin, 30 Mei 2011

Praktikum Teknologi Panen dan Pasca Panen (HPT) aspek bakteri


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut Pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing). Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau untuk persiapan pengolahan berikutnya.
Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain. Ke dalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan industri.
Karakteristik penting produk pascapanen buah dan sayuaran adalah bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Akan tetapi metabolisme tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk stress seperti hilangnya suplai nutrisi, kondisi yang berbeda dengan pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban, proses panen sering menimbulkan pelukaan berarti, pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut, orientasi gravitasi dari produk pascapanen umumnya sangat berbeda dengan kondisi alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu dan sebagainya. Sehingga secara keseluruhan bahan hidup sayuran pascapanen dapat dikatakan mengalami berbagai perlakuan yang menyakitkan selama hidup pascapanennya.
Produk harus dipanen dan dipindahkan melalui beberapa sistem penanganan dan transportasi ke tempat penggunaannya seperti pasar retail atau langsung ke konsumen dengan menjaga sedapat mungkin status hidupnya dan dalam kondisi kesegaran optimum. Jika stress terlalu berlebihan yang melebihi toleransi fisik dan fisiologis, maka terjadi kematian.
Penanganan pasca panen yang baik akan menekan kehilangan (losses), baik dalam kualitas maupun kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas sampai komoditas tersebut tidak layak pasar (not marketable) atau tidak layak dikonsumsi.

1.2 Tujuan
            Untuk mengetahui kelayakan benih atau biji sebagai bahan untuk dikonsumsi atau sebagai bahan tanam.


















II. TINJAUAN PUSTAKA
            Indonesia adalah negara tropis yang memiliki ragam buah khas yang tersebar di berbagai pulau dan belum dikelola pengembangannya sebagaimana mestinya baik menyangkut tata produksi, penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasarannya. Buah eksotik yang hanya tumbuh dan berproduksi di Nusantara menjadi aset nasional yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan rakyat. Tanaman buah yang menghutan menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang mendambakan buah organik. Sementara pengelolaan kebun tanaman buah menjadi upaya utama untuk menjaga keberlanjutan pasokan buah bermutu kepada masyarakat pembeli baik domestik maupun luar negeri (ekspor).
Kebanyakan pascapanen produk hortikultura segar sangat ringkih dan mengalami penurunan mutu sangat cepat. Berbeda dengan bagian tanaman yang masih melekat pada tanaman induknya yang mendapat suplay air dan nutrisi atau makanan secara berlanjut, bagian tanaman yang telah dipanen atau dilepas dari tanaman induknya tidak lagi mendapatkan suplai air dan makanan. Untuk aktifitas hidupnya setelah panen, produk segar tersebut melulu menggunakan bahan yang ada pada dirinya sendiri untuk bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang sering diluar dari kondisi untuk dapat menjalankan fungsi metabolisme optimalnya.
Terdapat kisaran kondisi yang sempit padamana tanaman atau bagian tanaman dapat menjalankan fungsi metabolismenya secara optimal. Bila tanaman ditempatkan pada kondisi diluar dari kondisi optimalnya yang sempit, dia akan merupakan subjek dari bentuk-bentuk stress (Kays, 1991). Walau sekarang ini merupakan bahan tulisan dari beberapa buku, definisi yang tepat dari stress untuk bahan biologis masih membingungkan. Umumnya, stress dilihat sebagai faktor lingkungan yang mampu memicu atau merangsang suatu “strain potensial” atau tekanan potensial yang menyebabkan kerusakan dalam sistem kehidupan. Lebih spesifik, stress adalah faktor eksternal pada keadaan tertentu cenderung mengganggu proses fisiologis normal dari organisme.
Dari pandangan Ahli fisiologi pascapanen hortikultura, Stress adalah faktor eksternal yang menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan atau merusak terhadap mutu jika tanaman atau bagian tanaman dihadapkan terhadap stress pada lama waktu dan intensitas mencukupi. Dengan demikian, seperti kondisi penyimpanan buah apel yang direkomendasi mewakili suatu stress, namun dia juga mewakili kondisi optimum untuk mempertahankan mutu produk bagi ahli fisiologi pascapanen. Untuk menentukan teknologi yang dilibatkan dalam penanganan pascapanen produk hortikultura segar maka pertimbangan karateristik fisiologis dan responnya terhadap kondisi lingkungan merupakan pertimbangan utama disamping pertimbangan fisik, patologis, sosial ekonomis dan infrastruktur
serta logistik pendukungnya (Utama, 2004).
Untuk mengembangkan atau menerapkan teknologi penanganan pascapanen yang sudah dikembangkan sering menghadapi kendala-kendala terutama untuk negara- negara sedang berkembang seperti halnya di Indonesia.
Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi (Salunkhe dan Desai, 1984). Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar (Ryal dan Lipton, 1972). Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut (Kays, 1991). Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa.
Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan oksigen (O2) atau meningkatkan konsentrasi CO2, dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut. komponen lingkungan yang berpengaruh terhadap laju kehilangan air produk pascapanen.
Suhu tinggi, RH rendah, pergerakan udara yang cepat dan atau penurunan
tekanan udara akan meningkatkan laju evaporasi uap air dari produk. Kelembaban relatif adalah batasan umum untuk menggambarkan jumlah uap air di dalam udara. Jumlah uap air yang bisa dipegang oleh udara adalah tergantung pada suhu. Udara semakin hangat dapat memegang air lebih banyak. Contohnya, udara pada 30oC dan 90% RH adalah lebih lembab dibandingkan dengan udara pada 20oC dan 90% RH, sederhana karena dapat memegang uap air lebih banyak. Pergerakan udara hendaknya diminimalkan sekitar produk pascapanen kecuali bila produk didinginkan secara cepat (seperti pada forced-air cooling). Semakin banyak udara bergerak sekitar produk dan semakin besar velositasnya, semakin banyak air yang hilang.
Jika udara digunakan untuk mendinginkan produk, maka velositas udara harus dikurangi sesegera setelah pendinginan tercapai. Produk yang telah dingin dalam lingkungan penyimpanan dingin hanya memerlukan tingkat pergerakan udara yang rendah, cukup untuk melepaskan panas respirasi yang akan diproduksi oleh produk pada suhu penyimpanan tersebut. Semakin mendekati suhu penyimpanan 0oC, semakin rendah jumlah panas respirasi yang dihasilkan.
Tekanan udara dapat mempengaruhi laju kehilangan air dari produk. Hal ini sering menjadi perhatian saat pengiriman dilakukan dengan kapal udara. Uap air menguap lebih cepat pada tekanan udara lebih rendah.


III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Jember pada hari Selasa, 7 Desember 2010 pukul 14.00 WIB sampai selesai.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Timbangan
2. Pisau

3.2.2 Bahan
1. Kacang tanah
2. Kedelai
3. Jagung
4. Beras
5. Padi
6. Apel
7. Sawi
8. Bayam

3.3 Cara Kerja
A. Untuk perlakuan pada biji
1. Menimbang biji seberat 100 gram
2. Memilah-milah biji yang layak untuk dikonsumsi atau untuk ditanam dengan mensortir biji atau benih yang sehat dan kotoran benihnya
3. Menghitung benih atau biji yang sehat dan yang kotor
4. Menyimpan selama 24 jam
5. Mengamati perubahan yang terjadi dan mengamati patogen yang muncul

B. Untuk perlakuan pada buah
1. Mengiris 1 gram buah
2. Menghaluskan dan mengencerkan pada air bersuhu 103
3. Mengambil 1 ml dan meletakkan pada ekstrak agar kentang



























IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
No
Bahan
Biji yang
Warna Koloni
Keterangan
Normal
Cacat
Patogen
Jumlah
Berat (gr)
Jumlah
Berat (gr)
Jumlah
Berat (gr)
1
Kacang tanah
180
70
45
10
85
20


2
Kedelai 1
491
80
142
17
34
3


3
Kedelai 2
500
90
106
8,2
11
1,8


4
Jagung
920
82,6
546
33,9
28
1,7


5
Beras
3326
66,5
1636
32,7
46
0,8


6
Padi
2813
90
240
7,8
69
2,2



No
Sayur dan Buah
Jumlah Koloni
Warna Koloni
Bentuk Koloni
1.
Apel
a. 334
a. Putih susu
a. Bulat
b. 291
b. Putih susu
b. Bulat tebal
2.
Sawi
a. 1126
a. Putih susu
a. Bulat tipis
b. 726
b. Putih
b. Bulat cembung
3.
Bayam
a. 249
a. Putih susu
a. Bulat tebal
b. 496
b. Putih susu
b. Bulat tebal

4.2 Pembahasan
            Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengamatan diatas, diketahui bahwa jumlah biji kacang tanah yang normal lebih banyak dibanding yang abnormal dan yang terkena patogen, yaitu 185 normal, 45 abnormal dan 85 terserang patogen. Untuk kedelai pertama jumlah biji yang normal 491, yang abnormal 142 dan yang terserang patogen 34. Sedangkan pada kedelai kedua jumlah yang normal sangat benyak melebihi kedelai pertama, yaitu berjumlah 500 biji. Untuk jagung, beras dan padi juga demikian. Hal ini disebabkan bahan – bahan yang dijual dipasaran atau yang baru dipanen masih memiliki tingkat sortase yang rendah, akibatnya ada yang tidak layak konsumsi dan tidak layak untuk ditanam kembali meski dalam jumlah yang relatif tidak banyak.
            Keberhasilan bisnis buah mensyaratkan jumlah dan kontinyuitas pasokan dari buah yang terjamin mutunya. Jaminan mutu buah dapat diperoleh melalui penanganan pascapanen yang baik dan memadai dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu buah tersebut. Penanganan pascapanen buah dirancang dalam bentuk rangkaian kegiatan dari panen hingga buah dikemas dan siap distribusikan pemasarannya atau untuk mendapatkan perlakuan seperti penyimpanan, pemeraman atau perlakuan khusus lainnya yang dituntut konsumen. Bangsal penanganan buah untuk menampung rangkaian kegiatan tersebut agar
dapat dikendalikan dengan baik menjadi sarana penting yang harus dimiliki pelaku bisnis buah.
Pemasaran sebagai bagian hilir dari sistem agribisnis harus didukung oleh sistem transportasi yang handal dalam distribusinya, agar bisnis buah dapat terjamin keberhasilannya. Pengembangan agribisnis buah dalam berbagai tingkatan berdasarkan skala usaha termasuk kegiatan usaha pendukungnya menjadi telaahan yang penting agar sistem agribisnis dapat berlangsung secara adil, proporsional dan profesional serta melibatkan banyak pelaku usaha, sehingga diharapkan dapat menjadi penyedia lapangan kerja bagi angkatan kerja perdesaan di daerah sentra produksi.
Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam kondisi baik dan sesuai/tepat untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan. Prosedur/perlakuan dari penanganan pasca panen berbeda untuk berbagai bidang kajian antara lain:
1. Penanganan pasca panen pada komoditas perkebunan yang ditanam dalam skala luas seperti kopi, teh, tembakau dll., sering disebut pengolahan primer, bertujuan menyiapkan hasil tanaman untuk industri pengolahan, perlakuannya bisa berupa pelayuan, penjemuran, pengupasan, pencucian, fermentasi dll.
2. Penanganan pasca panen pada produksi benih bertujuan mendapatkan benih yang baik dan mempertahankan daya kecambah benih dan vigornya sampai waktu penanaman. Teknologi benih meliputi pemilihan buah, pengambilan biji, pembersihan, penjemuran, sortasi, pengemasan, penyimpanan, dll.
3. Penanganan pasca panen pada komoditas tanaman pangan yang berupa biji-bijian (cereal/grains), ubi-ubian dan kacangan yang umumnya dapat tahan agak lama disimpan, bertujuan mempertahankan komoditas yang telah dipanen dalam kondisi baik serta layak dan tetap enak dikonsumsi. Penanganannya dapat berupa pemipilan/perontokan, pengupasan, pembersihan, pengeringan (curing / drying), pengemasan, penyimpanan, pencegahan serangan hama dan penyakit, dll.
4. Penanganan pasca panen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah “rusak” (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna hijau (greening), terlalu matang, dll. Perlakuan dapat berupa: pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan, dll.
Kerusakan mekanis adalah masalah signifikan dalam pemasaran produk hortikultura. Kerusakan mekanis menurunkan mutu dan daya jual produk melalui perubahan kenampakan visual, meningkatnya laju kemunduran dan kehilangan air dan meningkatnya kepekaannya terhadap pembusukan.
Ada tiga bentuk kerusakan mekanis, yaitu benturan (impact), tekanan (compression) dan getaran (vibration). Kerusakan karena benturan dapat terjadi karena produk dijatuhkan ke pada produk lainnya atau pada permukaan keras. Kerusakan benturan sering terjadi oleh ketinggian jatuhan dalam pemanenan dan pengemasan, penanganan manual dan tanpa adanya atau tidak beroperasinya forklift dengan baik. Kerusakan karena tekanan disebabkan terlalu banyaknya produk dimasukkan kedalam suatu kemasan. Penumpukan kemasan terlalu tinggi dimana kemasan itu sendiri tidak mampu menopang berat diatasnya menyebabkan kerusakan mekanis umum produk hortikultura segar di negara-negara sedang berkembang. Pada keadaan penumpukan ini, yang menopang berat diatasnya adalah produk yang terdapat di dalam kemasan dibawahnya, bukan kemasannya. Kerusakan karena getaran umumnya adalah superficial (dibawah permukaan) dan menyebabkan abrasi pada permukaan produk. Bila sel-sel rusak, maka cairan sel bocor keluar dan kontak dengan udara dan O2. Hal ini menyebakan warna coklat pada permukaan buah. Penggunaan nampan plastik atau gabus dengan lapisan tunggal dalam kemasan dapat mengurangi kerusakan karena getaran sepanjang nampan yang digunakan adalah dengan seleksi ukuran terbaik.
Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan sampai yang menyebabkan pembusukan (Brown, 1989).
Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran. Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh pH yang rendah (kurang dari 4.5) atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5 (Eckert, 1978).
Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius. Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme yang melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp yang menyebabkan pembusukan pada buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-pelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya.
Ada pula mikroorganisme seperti bakteri pembusuk Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis (penyebab penyakit busuk lunak) pada sayuran dapat menghasilkan enzim yang mampu melunakkan jaringan dan setelah jaringan tersebut lunak baru infeksi dilakukan. Jadi jenis mikroorganisme ini tidak perlu menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat jauh lebih memudahkan
bila ada pelukaan - pelukaan (Eckert, 1978).



















V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa hasil untuk biji yang normal masih relatif lebih banyak dibanding yang cacat dan yang terserang patogen. Hal ini disebabkan bahan – bahan yang dijual dipasaran atau yang baru dipanen masih memiliki tingkat sortase yang rendah, akibatnya ada yang tidak layak konsumsi dan tidak layak untuk ditanam kembali meski dalam jumlah yang relatif tidak banyak.
2. Penanganan pasca panen pada komoditas tanaman pangan yang berupa biji-bijian (cereal/grains), ubi-ubian dan kacangan yang umumnya dapat tahan agak lama disimpan, bertujuan mempertahankan komoditas yang telah dipanen dalam kondisi baik serta layak dan tetap enak dikonsumsi.

5.2 Saran
            Sebaiknya dalam melakukan sortase praktikan diharapkan memiliki tingkat ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi kesalahan dalam memilah biji yang baik dan yang tidak agar dapat layak dikonsumsi serta dapat ditanam kembali.













DAFTAR PUSTAKA
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. An AVI Book, NY

Utama, I M.S. 2004. Prinsip Dasar da Permasalahan Pengembangan Teknologi Pascapanen Hortikulturan dan Usaha Perbaikannya. Makalah yang disampaikan pada Lokakarya Strategi Pengembangan Horticultura di Bali, CERETROF-UNUD, 30-31 Juli, 2004

Salunkhe, D. K. and Desai, B. B. 1984. Postharvest Biotechnology of Vegetables, Vol. II. CRC Press Inc., Florida

Ryall, A. L. and Lipton, W. J. 1972. Handling, Transportation and Storage of Fruits and Vegetables, Vol. I: Vegetables and Melons. AVI Pub., Westport, Connecticut

Brown, G.E. 1989. Host defence at the wound site of harvested crops. Phytopath. 79 (12):1381-1384

Eckert, J.W. 1978. Pathological disease of fresh fruit and vegetables. In Postharvest Biology and Biotechnology. Hultin, H.O. and Miller, N (eds). Food and Nutrition Press, Westport, Connecticut:161-209




Tidak ada komentar:

Posting Komentar