Senin, 30 Mei 2011

Praktikum TPPP (sayur)


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep segitiga penyakit, yang secara umum dikenal di dunia penyakit tanaman, berlaku juga dalam penyakit pascapanen. Hal ini sangat menentukan berat ringannya tingkat keparahan penyakit pascapanen. Faktor penentu tingkat keparahan penyakit pascapanen tersebut berperan penting dalam menentukan timbul dan berkembangnya penyakit pascapanen, baik selama di penyimpanan maupun di pemasaran. Penyakit pascapanen sangat menentukan kelangsungan produk tanaman setelah di panen, sehingga perlu diketahui macam faktor yang berperanan dalam menentukan keparahan penyakit pascapanen tersebut (Agrios, 1997).
Kemampuan mikroba patogen untuk memulai terjadinya penyakit sangat tergantung pada sejumlah faktor, yang secara umum dipertalikan dengan mikroba inang, lingkungan, yang dikenal sebagai segitiga penyakit. Masing-masing faktor tersebut saling memengaruhi dan akan menimbulkan makin parahnya penyakit pascapanen (Amiarsi, 1996).
Mikroba patogen dijumpai sangat banyak, baik selama buah berada di tanaman maupun di dalam ruang simpan. Meskipun demikian, hanya beberapa jenis patogen yang mampu tumbuh dan berkembang, dan menimbulkan kerusakan pada produk pascapanen. Perkembangan patogen pascapanen sangat dipengaruhi oleh  kondisi lingkungan, khususnya suhu, pH, nutrisi, dan kandungan air, yang harus tersedia. Selain itu, patogen pascapanen harus bekerja sama dengan enzim yang dihasilkannya untuk menguraikan jaringan inang, yang mengakibatkan keluarnya nutrisi yang sesuai bagi pertumbuhan patogen dari jaringan yang terurai tersebut (Murtiningsih, 1994).
Setiap jenis buah dan sayur hanya diserang oleh kelompok jamur parasit dan kemungkinan oleh bakteri, yang unik dan relatif kecil. Kelompok ini memerlukan persyaratan nutrisi dan kemampuan enzimatis untuk perkembangannya di dalam jaringan inangnya. Misalnya, jamur Penicillium digitatum hanya menyebabkan penyakit pascapanen pada jeruk, dan penyebab penyakit kapang biru, yaitu Penicillium expansum, merupakan patogen yang serius hanya pada apel dan bukan jeruk, serta Penicillium italicum mampu menyerang banyak varietas   dan sayur. Selain hal tersebut, jaringan yang berbeda dari buah atau sayur yang sama dapat beragam kerentanannya terhadap isolat patogen yang sama. Contohnya, daun kubis bagian luar lebih tahan terhadap serangan jamur Botrytis daripada bagian dalamnya, dan bagian ujung daun lebih tahan dibandingkan bagian pangkalnya (Soesanto, 2006).
Kerentanan buah dan sayur sangat dipengaruhi oleh pematangan pada saat panen dan seterusnya oleh perubahan fisiologi yang terjadi. Sebagai contoh, apel yang masak lebih rentan terhadap serangan Penicillium expansum, juga jeruk yang masak lebih rentan terhadap serangan kapang Penicillium.
Kentang menjadi lebih rentan terhadap busuk kering Fusarium  selama dalam penyimpanan, sedangkan kerentanan wortel terhadap Botrytis dan Centrospora pada suhu 5ÂșC meningkat dengan makin lamanya penyimpanan. Beragamnya tingkat kertentanan buah dan sayur terhadap penyakit pasca panen dipertalikan dengan salah satu atau gabungan dari beberapa hal berikut :
  • pH, nutrisi, dan status air inang. Ketahanan secara umum dari buah dan sayur terhadap serangan bakteri penyebab busuk lunak, terutama ditentukan oleh tingkat keasaman jaringan. Beberapa jenis buah dan sayur, seperti cabai, mentimun, dan beberapa jenis buah, sangat rentan terhadap serangan bakteri busuk lunak.
  • Tingkat kelembaban. Kerentanan banyak buah dan sayur terhadap serangan patogen akan makin meningkat ketika jaringan membengkak karena tingginya kandungan air atau cairan di dalam sel.
  • Penghambat pertumbuhan mikroba dan enzim pektolisis. Di dalam jaringan buah dan sayur telah diketahui adanya dua jenis penghambat pertumbuhan mikroba patogen, yaitu senyawa yang belum dibentuk dan penghambat yang disintesis oleh inang karena adanya tanggap terhadap infeksi dan kerukan lainnya, atau yang dikenal dengan nama ”fitoaleksin”.
  • Peningkatan kerentanan inang karena pemasakan. Peningkatan kerentanan buah dan sayur terhadap penyakit pascapanen selama dalam simpanan, dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sebagai berikut :
Penurunan kemampuan jaringan inang untuk menyintesis penghambat mikroba, seperti 6-metoksimelein dan asam benzoat karena umur produk dalam simpanan. Peningkatan kelenturan selaput dinding sel karena lepasnya nutrisi dan air ke dalam ruang antar sel Peningkatan kerentanan dinding sel tanaman terhadap serangan enzim pengurai patogen
  • Penghalang morfologi inang terhadap infeksi. Jaringan tanaman mampu membentuk penghalang pelindung sebagai tanggapan terhadap luka, yang berupa sel yang rapat tersusun dan jaringan tersebut masih mampu mengadakan pembelahan sel. Selain itu, sel di sekeliling luka dapat menumpuk lignin dan gabus pada dinding selnya untuk melindunginya dari kegiatan enzim pengurai patogen..


1.2 Tujuan
            Untuk mengetahui jumlah, bentuk, dan warna koloni patogen dari komoditi sayuran yang diamati.

BAB 2. BAHAN DAN METODE

2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. Timbangan
2. Preparat
3. Pinset
4. Laminari Air Flow
5. Mortar
6. Media PDA
2.1.2 Bahan
1. Sawi
2. Kangkung
3 Wortel
4. Terong
5. Kubis
2.2 Cara Kerja
1. Mengambil sayur yang akan diteliti dan dibersihkan dengan air
2. Membuat pengenceran dari suspensi yang dikehendaki dengan menggunakan aquades steril
3. Menanamn dengan metode tuang (pour plate) masing – masing 3 cawan petri untuk setiap pengenceran (jumlah suspensi yang di inokulasikan tergantung dari kepekatan suspensi yang ada)
4. Di inkubasi pada suhu kamar selama 24 jam
5. Mengamati dan menghitung jumlah koloni yang tumbuh dari setiap pengenceran. Pilihlah setiap cawan petri yang memenuhi syarat untuk perhitungan TPC. Tentukan jumlah mikro organisme per ml sample


BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Sayur
Jumlah Koloni
Bentuk Koloni
Warna Koloni
Sawi
149
Bulat
Kuning
Kangkung
309
Bulat
Putih Kekuningan
Wortel
132
Bulat
Putih Kekuningan
Terong
173
Bulat
Kuning dan Putih
Kubis
300
Bulat
Putih Susu

3.2 Pembahasan
Berdasarkan data diatas, sawi jumlah koloni 149, bentuk koloni bulat, warna koloni kuning. Kangkung 309, bulat dan warnanya putih kekuningan. Wortel, 132, bulat, putiuh kekuningan. Terong, 173, bulat, kuning dan putiuh.Kubis 300, bulat, putih susu.
Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan sampai yang menyebabkan pembusukan.
Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran. Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh pH yang rendah (kurang dari 4.5) atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5.
Ifeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius. Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme yang melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp yang menyebabkan pembusukan pada buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-pelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya.
Ada pula mikroorganisme seperti bakteri pembusuk Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis (penyebab penyakit busuk lunak) pada sayuran dapat menghasilkan enzim yang mampu melunakkan jaringan dan setelah jaringan tersebut lunak baru infeksi dilakukan. Jadi jenis mikroorganisme ini tidak perlu menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat jauh lebih memudahkan
bila ada pelukaan – pelukaan.

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Terdapat berbagai perbedaan karakteristik bakteri yang ada, mengindikasikan bahwa setiap komoditi mempunyai patogen yang berbeda.
2. Pengamatan tersebut dapat membantu kita dalam hal mengetahui bagaimana ciriatau bentuk dari patigen penyebab penyakit sehingga memudahkan dalam melakukan penanggulangan.
3. Berbagai perlakuan pasca panen dapat meminimalisir keruskan akibat patogen.

4.2 Saran
            Sebaiknya, sayuran yang digunakan kondisinya yang dalam keadaan kuarang baik, agar patogen yang akan diamati sudah tampak menimbulkan gejala kerusakan sehingga memudahkan dalam melakuklan pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology 4th ed. Academic Press, New York.
Amiarsi,D., E. Sitorus, dan Sjaifullah. 1996. Pengaruh Teknik Penyimpanan terhadap Mutu Buah Salak Lumut. dalam : J. Hort. 6 (4): 392-401.
Murtiningsih. 1994. Inventarisasi Penyakit Pascapanen Buah Salak dan Cara Pengendaliannya. dalam :J. Hort.6 (1): 95-99.
Soesanto, Loekas. 2006. Penyakit Pasca Panen. Kanisius : Yogyakarta.




Praktikum TPPP (buah)


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prospek pemasaran buah apel cerah, Menurut data pada Biro Pusat Statistik tahun 2001, tentang impor buah apel yang mencapai 124.000 ton, yang terutama berasal dari Selandia Baru dan Amarika Serikat. Salah satu kendala di dalam budidaya apel adalah adanya penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides Penz. (Semangun, 1991), yang terutama muncul pada periode pascapanen meskipun serangan sudah dimulai sejak di lapangan atau periode prapanen (Moline, 1993 dalam Martoredjo et al., 1997).
Serangan utama patogen penyakit antraknosa adalah bagian tanaman apel yang bernilai ekonomis yaitu pada buah apel. Penyakit ini berakibat sangat menurunkan kualitas buah apel, sehingga perlu diperhatikan cara pengendaliannya. Alternatif pengendalian adalah dengan memanfaatkan mikroba yang ada di permukaan tanaman, baik itu pada permukaan daun maupun permukaan buah. Indratmi (2001) bahwa mikroba yang berasal dari permukaan daun ataupun buah dapat menghindarkan infeksi patogen yang distimulasi oleh nutrien yang berasal dari permukaan daun dan buah. Striling, et al., (1999 dalam Yuliyatin, 2004) menunjukkan bahwa mikrobia pada permukaan daun yang terdiri dari jamur, khamir, dan bakteri memberikan penekanan alami terhadap Colletotrichum gloeosporioides pada buah apel. McLaughlin et al. (1990), Candida sp. dan khamir merah Sporobolomyces reseus memberikan hasil yang baik sebagai agensi biokontrol Botrytis cyneria dan Penicillium expansum patogen penyebab busuk buah pada apel. Indratmi (2000) menunjukkan bahwa khamir fruktoplan lebih potensial dikembangkan sebagai agensia pengendali hayati terhadap Colletotrichum gloeosporioides dari pada inokulum jamur.
Penelitain ini bertujuan untuk mengetahui patogen penyebab penyakit antraknosa pada apel dan mengetahui daya hambat dari isolat khamir terhadap pertumbuhan patogen penyebab penyakit antraknosa pada apel di laboratorium.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pertanian dan Laboratorium Pusat Pengembangan Bioteknologi (PUSBAG-BIOTEK) Universitas Muhammadiyah Malang pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2004. Metode Penelitian dilakukan dilaboratorium dengan dua pengujian. Pengujian yang pertama adalah uji daya antagonis khamir terhadap patogen antraknosa pada media agar dan pengujian yang kedua adalah uji potensi khamir terhadap jamur patogen pada buah. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) sederhana dengan 4 perlakuan diulang 5 kali untuk uji yang pertama dan untuk uji yang kedua ada 7 perlakuan yang diulang 3 kali.
Variabel pengamatannya meliputi : pengujian pertama adalah persentase penghambatan, pengujian kedua adalah lama penghambatan, diameter bercak, populasi khamir.Hasil penelitain menunjukkan bahwa patogen penyebab penyakit antraknosa pada apel adalah Colletotrichum gloeosporioides dengan adanya gejala bercak kecil berwarna kecoklatan yang lama-kelamaan akan meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Semua isolat khamir pada uji antagonis mampu menekan pertumbuhan patogen penyebab penyakit antraknosa dengan persentase penghambatan berturut-turut isolat Shizosaccharomyces sp. (19,09%), isolat campuran (23,05%) dan yang tertinggi dimiliki oleh isolat Debaryomyces sp. sebesar 24,26%. Isolat khamir dapat menurunkan diameter bercak penyebab penyakit antraknosa tertinggi yaitu pada perlakuan Debaryomyces sp. sebesar 27,69% pada apel pada uji potensi di buah.
1.2 Tujuan
            Untuk mengetahui jumlah, bentuk, dan warna koloni patogen dari komoditi buah yang diamati.


BAB 2. BAHAN DAN METODE

2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
1. Timbangan
2. Preparat
3. Pinset
4. Laminari Air Flow
5. Mortar
6. Media PDA
2.1.2 Bahan
1. Apel
2. Pisang
3 Tomat
4. Jeruk
5. mentimun
2.2 Cara Kerja
1. Mengambil buah yang akan diteliti dan dibersihkan dengan air
2. Membuat pengenceran dari suspensi yang dikehendaki dengan menggunakan aquades steril
3. Menanamn dengan metode tuang (pour plate) masing – masing 3 cawan petri untuk setiap pengenceran (jumlah suspensi yang di inokulasikan tergantung dari kepekatan suspensi yang ada)
4. Di inkubasi pada suhu kamar selama 24 jam
5. Mengamati dan menghitung jumlah koloni yang tumbuh dari setiap pengenceran. Pilihlah setiap cawan petri yang memenuhi syarat untuk perhitungan TPC. Tentukan jumlah mikro organisme per ml sample


BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
    Tabel pengamatan buah
No
Buah
Jumlah Koloni
Bentuk koloni
Warna koloni
1
tomat
315
bulat
kuning, putih
2
pisang
258
bulat
putih kecoklatan
3
apel
269
bulat
putih susu
4
jeruk
209
bulat
putih susu
5
timun
317
bulat
putih susu
3.2 Pembahasan
Pada tomat, jumalh koloni 315, bentuk koloni bulat, warna koloni kuning, putih. Pisang 258, bulat, putih kecoklatan. Apel 269, bulat, putih susu. Jeruk 209, bulat, putih susu. Timun 317, bulat, putih susu. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan faktor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran. Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh pH yang rendah (kurang dari 4.5) atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5.
Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius. Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme yang melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp yang menyebabkan pembusukan pada buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-pelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya.

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Buah dapat mengalami berbagai keruskan yang disebabklan bebrbagai patogen baik dari jenis bakteri maupun jamur.
2. Pengendalian yang tepat akan dapat mengurangi atau menkan kerugian akibat patogen.
3. Penanganan pasca panen akan mampu memberikan kemungkinan terbaik dalam upaya penguarngan kerugian akibat patogen

4.2 Saran
            Dalam praktikum, sebaiknya buah yang digunakan sesuai dengan kewtentuan agar patogen yang diharapkan dapat diamati dapat dengan mudah ditemukan dalam komnoditi trersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. An AVI Book, NY

Utama, I M.S. 2004. Prinsip Dasar da Permasalahan Pengembangan Teknologi Pascapanen Hortikulturan dan Usaha Perbaikannya. Makalah yang disampaikan pada Lokakarya Strategi Pengembangan Horticultura di Bali, CERETROF-UNUD, 30-31 Juli, 2004

Salunkhe, D. K. and Desai, B. B. 1984. Postharvest Biotechnology of Vegetables, Vol. II. CRC Press Inc., Florida

Semangun, H. 1996. Pengantar Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. YOGYAKARTA.

Ryall, A. L. and Lipton, W. J. 1972. Handling, Transportation and Storage of Fruits and Vegetables, Vol. I: Vegetables and Melons. AVI Pub., Westport, Connecticut

Brown, G.E. 1989. Host defence at the wound site of harvested crops. Phytopath. 79 (12):1381-1384

Eckert, J.W. 1978. Pathological disease of fresh fruit and vegetables. In Postharvest Biology and Biotechnology. Hultin, H.O. and Miller, N (eds). Food and Nutrition Press, Westport, Connecticut:161-209